KATA PENGANTAR
Puji dan syukur selalu kita panjatkan kehadiran Allah SWT,
Tuhan semesta sekalian alam yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayahnya
kepada seluruh makhluk di muka bumi ini. Untuk itu hanya karena kekuasaan dan
kehendaknya pulalah akhirnya penulis dapat mewujudkan buah pikirannya dalam bentuk
tulisan yang sederhana ini.Tema makalah kali ini yang mengenai MANUSIA SEBAGAI
MAKHLUK BERFIKIR.Tulisan
kali ini juga dapat mengamati perkembangan bangsa Indonesia apakah berpengaruh
besar terhadap kehidupan sehari-hari mereka, sehingga tulisan ini dapat dipakai
sebagai bahan referensi untuk materi yang sama dengan mata kuliah yang
bersangkutan.Selanjutnya penulis menyadari bahwa rasanya sulit untuk dapat
mewujudkan tulisan ini kehadapan para pembaca tanpa bantuan orang lain, untuk
itu izinkanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak IDI DARMA
SPd., MM sebagai dosen mata kuliah Ilmu Budaya Dasar dan tentunya juga ucapan
terima kasih kepada orang tua yang telah memberikan dukungan serta doanya.
Selain itu ucapan terima kasih kepada teman-teman yang
memberikan dukungan dan informasi-informasi mengenai tema tulisan yang saya
ambil kali ini.Untuk itu kepada semua orang yang telah penulis sebutkan diatas
saya ucapkan terima kasih, teriring doa semoga Allah Yang Maha Kaya yang akan
membalas segala budi baik tersebut
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk yang
berpikir akan dibekali rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu inilah yang mendorong
untuk mengenal, memahami, dan menjelaskan gejala-gejala alam, juga berusaha
untuk memecahkan masalah atau persoalan yang dihadapi, serta berusaha untuk
memahami masalah itu sendiri, ini semua menyebabkan manusia mendapatkan
pengetahuan yang baik.
Pengetahuan yang diperoleh mula-mula
terbatas pada hasil pengamatan terhadap gejala alam yang ada, kemudian semakin
bertambahnya dengan pengetahuan yang diperoleh dari hasil pemikirannya, setelah
manusia mampu memadukan kemampuan penalaran dengan eksperimentasi ini, maka
lahirlah ilmu pengetahuan yang mantap atau bagus.
Jadi, perkembangan alam pikiran
manusia sampai dengan kelahiran Ilmu Pengetahuan Alam sebagai ilmu yang mantap,
melalui 4 (empat) tahap yaitu tahap mitos, tahap penalaran deduktif
(rasionalisme) atau tahap pemikiran rasional, tahap penalaran induktif
(empirisme) atau tahap pemikiran empiris, dan akhirnya sampai ke tahap
pengkristalan konsep metode ilmiah.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar
belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan
perumusan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam karya ilmiah ini,
yaitu:
1.
Apakah rasa
ingin tahu menyebabkan alam pikiran manusia berkembang?
2.
Apakah
melalui mitos, manusia dapat turut serta mengambil bagian dalam
kejadian-kejadian alam sekitarnya?
3.
Apakah dapat
dikatakan bahwa metode ilmiah merupakan penggabungan antara penalaran empirisme
dan penalaran rasionalisme?
1.3 Tujuan
Penulisan dan Manfaat Penulisan
Dalam penulisan karya ilmiah, tentu
memiliki tujuan penulisan dan manfaat penulisan. Berikut ini merupakan uraian
dari tujuan penulisan dan manfaat penulisan karya ilmiah ini.
Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai
berikut:
·
Untuk
memahami perkembangan penalaran manusia terhadap gejala-gejala alam sampai
terwujudnya metode ilmiah.
·
Untuk dapat
menjelaskan perkembangan alam pikiran manusia dalam memenuhi kebutuhan terhadap
rasa ingin tahunya.
·
Untuk
memberi alasan yang diterima mitos dalam kehidupan masyarakat.
Manfaat dari penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai
berikut:
·
Untuk
menjelaskan alasan ketidakpuasan masyarakat tentang metode deduksi dalam
menjelaskan kebenaran atas gejala alam.
·
Untuk
mengungkapkan dengan kata-kata sendiri tentang mulai tumbuhnya Ilmu Pengetahuan
Alam.
·
Untuk
menyebutkan keunggulan dan keterbatasan serta peranan metode ilmiah.
1.4 Sistematika Penulisan
Secara garis besar penulisan dan
penyusunan Makalah ini, penulis
membaginya menjadi tiga (III) bab yang masing-masing bab terdiri atas
beberapa sub bab. Maka secara garis besar, perumusan ini dapat dilihat sebagai
berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini akan disajikan tentang latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan
penulisan dan manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB
II : LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan dikemukakan cakupan perkembangan
pikiran manusia, cakupan mitos, penalaran, dan pengetahuan pangkal kelahiran
ilmu pengetahuan alam, dan cakupan metode ilmiah sebagai ciri ilmu pengetahuan
alam sesuai dengan judul yang dipilih.
BAB
III : PENUTUP
Pada bab ini akan dimuat tentang kesimpulan dan
saran-saran dari hasil pembuatan karya ilmiah.
BAB II
PEMBAHASAN
MASALAH
2.1 Perkembangan Pikiran Manusia
2.1.1 Sifat Unik Manusia
Dibandingkan dengan makhluk lain,
jasmani manusia adalah lemah, sedangkan rohani, akal budi, dan kemauannya
sangat kuat. Manusia tidak mempunyai tanduk, taji, ataupun sengat, maka untuk
membela diri terhadap serangan dari makhluk lain dan untuk melindungi diri
terhadap pengaruh lingkungan yang merugikan, manusia harus memanfaatkan akal
budinya yang cemerlang. Kemauannya yang keras menyebabkan manusia dapat
mengendalikan jasmaninya.
Hal ini dapat menimbulkan efek yang
negatif misalnya, manusia dapat mogok makan, dapat minum-minuman keras sampai
mabuk, dan bahkan dapat bunuh diri.
Kalau tubuh mendapat pengaruh yang negatif dari lingkungan, maka timbul reaksi
yang mendorong tubuh supaya melepaskan diri dari lingkungan yang merugikan itu.
Tetapi kemauan keras dapat memaksa tubuh supaya tetap menerima pengaruh yang
negatif itu. Jadi, sifat unik manusia itu adalah akal budi dan kemauannya
menaklukkan jasmaninya.
2.1.2 Rasa Ingin
Tahu
Dengan pertolongan akal budinya,
manusia menemukan berbagai cara untuk melindungi diri terhadap pengaruh
lingkungan yang merugikan. Tetapi adanya akal budi itu juga menimbulkan rasa
ingin tahu yang selalu berkembang. Dengan kata lain, rasa ingin tahu itu tidak
pernah dapat dipuaskan. Akal budi manusia tidak pernah puas dengan pengetahuan
yang telah dimilikinya. Rasa ingin tahu mendorong manusia untuk melakukan
berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mencari jawaban atas berbagai persoalan
yang muncul di dalam pikirannya.
Kegiatan yang dilakukan manusia itu
kadang-kadang kurang serasi dengan tujuannya sehingga tidak dapat menghasilkan
pemecahan.
Tetapi kegagalan biasanya tidak
menimbulkan rasa putus asa, bahkan seringkali justru membangkitkan semangat
yang lebih menyala-nyala untuk memecahkan persoalan. Dengan semangat yang makin
berkobar ini diadakanlah kegiatan-kegiatan yang dianggap lebih serasi dan dapat
diharapkan akan menghasilkan penyelesaian yang memuaskan.
Kegiatan untuk mencari pemecahan dapat berupa:
1.
Penyelidikan
langsung.
2.
Penggalian hasil-hasil
penyelidikan yang sudah pernah diperoleh orang lain.
3.
Kerjasama
dengan penyelidik-penyelidik lain yang juga sedang memecahkan soal yang sama
atau yang sejenis.
Sebenarnya setiap orang mempunyai
rasa ingin tahu, meskipun kekuatan atau intensitasnya tidak semua sama,
sedangkan bidang minatnyapun berbeda-beda. Rasa ingin tahu inilah yang dapat
diperkuat ataupun diperlemah oleh lingkungan.
Jadi rasa ingin tahu tiap manusia
pada setiap saat belum tentu sama kuat, demikian pula kelompok fenomena yang
menimbulkan rasa ingin tahu biasanya berbeda-beda dan dapat berubah-ubah
menurut keadaan. Tidak mungkin setiap individu mempunyai rasa ingin tahu yang
sama kuat terhadap segala fenomena yang terjadi dari alam.
Rasa ingin tahu yang terus
berkembang dan seolah-olah tanpa batas itu menimbulkan perbendaharaan
pengetahuan pada manusia itu sendiri. Hal ini tidak saja meliputi
kebutuhan-kebutuhan praktis untuk hidupnya sehari-hari seperti bercocok tanam,
tetapi pengetahuan manusia juga berkembang sampai kepada hal-hal tentang
keindahan.
2.1.3 Rasa Ingin Tahu Menyebabkan Alam
Pikiran Manusia Berkembang
Ada dua macam perkembangan yang akan
kita tinjau, yaitu:
1.
Perkembangan
alam pikiran manusia sejak zaman purba hingga dewasa ini.
2.
Perkembangan
alam pikiran manusia sejak dilahirkan sampai akhir hayatnya.
Perkembangan alam pikiran dapat juga
disebabkan oleh rangsangan dari luar, tanpa dorongan dari dalam yang berupa
rasa ingin tahu. Jadi dengan kata lain, bahwa alam pikiran manusia berkembang
terutama karena ada dorongan dari dalam, yaitu rasa ingin tahu.
2.2 Mitos,
Penalaran, dan Pengetahuan Pangkal Kelahiran Ilmu Pengetahuan
Alam
2.2.1 Mitos
Menurut A. Comte, bahwa dalam
sejarah perkembangan manusia itu ada
tiga tahap, yaitu:
1.
Tahap
teologi atau tahap metafisika
2.
Tahap
filsafat
3.
Tahap
positif atau tahap ilmu
Dalam tahap teologi atau tahap
metafisika, manusia menyusun mitos atau dongeng untuk mengenal realita atau
kenyataan, yaitu pengetahuan yang tidak obyektif, melainkan subyektif. Mitos
ini diciptakan untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia. Dalam alam pikiran,
mitos, rasio atau penalaran belum terbentuk, yang bekerja hanya daya khayal,
intuisi, maupun imajinasi.
Menurut C.A. van Peursen, mitos
adalah suatu cerita yang memberikan pedoman atau arah tertentu kepada
sekelompok orang. Cerita itu dapat ditularkan, dapat pula diungkapkan lewat
tari-tarian atau pementasan wayang, dan sebagainya. Inti cerita adalah
lambang-lambang yang mencetuskan pengalaman manusia beserta lambang kejahatan
dan kebaikan, kehidupan dan kematian, dosa dan penyucian, juga perkawinan dan
kesuburan.
Pada tahap teologi ini, manusia
menemukan identitas dirinya. Manusia sebagai subyek yang masih terbuka dikelilingi
oleh obyek yaitu alam, sehingga manusia mudah sekali dimasuki oleh daya dan
kekuatan alam. Lewat mitos inilah, manusia dapat turut serta mengambil bagian
dalam kejadian-kejadian alam sekitarnya, dan dapat menanggapi daya kekuatan
alam.
Berikut ini akan dijelaskan contoh-contoh mengenai
mitos, yaitu:
1.
Gunung api
meletus hebat, menimbulkan gempa bumi, mengeluarkan lahar panas dan awan panas, sehingga menimbulkan banyak
korban manusia. Manusia pada tahap teologi (menurut A. Comte) atau pada tahap mitos
(C.A. van Peursen) belum dapat melihat realita ini dengan inderanya.
2.
Gempa bumi
diduga terjadi karena Atlas (raksasa yang memikul bumi pada bahunya)
memindahkan bumi dari bahu yang satu ke bahu yang lain.
3.
Gerhana
bulan disangka terjadi karena bulan dimakan raksasa.
4.
Bunyi guntur
dikira ditimbulkan oleh roda kereta yang dikendarai dewa melintasi langit.
Mencari jawaban atas masalah seperti
itu, dan menghubungkannya dengan makhluk-makhluk gaib, disebut berpikir secara
irasional. Demikianlah manusia pada tahap mitos atau teologi menjawab
keingintahuannya dengan menciptakan dongeng-dongeng atau mitos, karena alam
pikirannya masih terbatas pada imajinasi atau intuisi.
2.2.2 Penalaran Deduktif (rasionalisme)
Dengan bertambah majunya alam
pikiran manusia dan makin berkembangnya cara-cara penyelidikan, manusia dapat
menjawab banyak pertanyaan tanpa mengarang mitos.
Menurut A. Comte, dalam perkembangan
manusia sesudah tahap mitos, manusia berkembang dalam tahap filsafat. Pada
tahap filsafat, rasio sudah terbentuk, tetapi belum ditemukan metode berpikir
secara obyektif. Rasio sudah mulai dioperasikan, tetapi kurang obyektif.
Berbeda dengan pada tahap teologi, pada tahap filsafat ini manusia mencoba
mempergunakan rasionya untuk memahami obyek secara dangkal, tetapi obyek belum
dimasuki secara metodologis yang definitif.
Perkembangan alam pikiran manusia
merupakan suatu proses, maka manusia tidak puas dengan pemikiran ini, sehingga
berkembang ke dalam tahap positif atau tahap ilmu. Dalam tahap positif atau
tahap ilmu ini, rasio sudah dioperasikan secara obyektif. Manusia menghadapi
obyek dengan rasio.
Dalam menghadapi peristiwa-peristiwa
alam, misalnya gunung api meletus yang menimbulkan banyak korban dan kerusakan,
manusia tidak lagi mengadakan selamatan dengan tari-tarian dan nyanyian, tetapi
akan mengamati peristiwa itu, mempelajari mengapa gunung api itu dapat meletus,
kemudian berusaha mencari penyelesaian dengan tindakan-tindakan yang sesuai
dengan hasil pengamatannya. Misalnya, dengan mencegah terjadinya letusan yang
hebat. Untuk mengurangi banyaknya korban, penduduk di sekeliling gunung api
tersebut dipindahkan ke daerah lain. Inilah bukti bahwa manusia lama-kelamaan
tidak puas dengan mitos sebagai pemikiran yang irasional, kemudian mencari
jawaban yang rasional.
Pemecahan secara rasional berarti
mengandalkan rasio dalam usaha memperoleh pengetahuan yang benar. Kaum
rasionalis mengembangkan paham yang disebut rasionalisme. Dalam menyusun
pengetahuan, kaum rasionalis menggunakan penalaran deduktif. Penalaran deduktif
adalah cara berpikir yang bertolak dari pernyataan yang bersifat umum untuk
menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif
ini menggunakan pola berpikir yang disebut silogisme. Silogisme itu terdiri
atas dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Kedua pernyataan itu
disebut premis mayor dan premis minor.
Kesimpulan atau konklusi diperoleh dengan penalaran deduktif dari kedua premis
tersebut.
Dengan demikian, jelas bahwa
penalaran deduktif ini pertama-tama harus mulai dengan pernyataan yang sudah
pasti kebenarannya. Aksioma dasar ini yang dipakai untuk membangun sistem
pemikirannya, diturunkan atau berasal dari idea yang menurut anggapannya jelas,
tegas, dan pasti dalam pikiran manusia. Dengan penalaran deduktif ini dapat
diperoleh bermacam-macam pengetahuan mengenai sesuatu obyek tertentu tanpa ada
kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak. Di samping itu juga terdapat
kesulitan untuk menerapkan konsep rasional kepada kehidupan praktis.
2.2.3 Penalaran Induktif (empirisme)
Pengetahuan yang diperoleh
berdasarkan penalaran deduktif ternyata mempunyai kelemahan, maka muncullah
pandangan lain yang berdasarkan pengalaman konkret. Mereka yang mengembangkan
pengetahuan berdasarkan pengalaman konkret disebut penganut empirisme. Paham
empirisme menganggap bahwa pengetahuan yang
benar ialah pengetahuan yang diperoleh langsung dari pengalaman konkret.
Penganut empirisme menyusun
pengetahuan dengan menggunakan penalaran induktif. Penalaran induktif adalah
cara berpikir dengan menarik kesimpulan umum dari pengamatan, atas
gejala-gejala yang bersifat khusus. Misalnya, pada pengamatan atas logam besi,
tembaga, aluminium, dan sebagainya, jika dipanasi ternyata menunjukkan
bertambah panjang.
Dari uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan yang diperoleh hanya dengan penalaran deduktif
tidak dapat diandalkan karena bersifat abstrak dan lepas dari pengalaman.
Demikian pula dengan pengetahuan yang diperoleh hanya dari penalaran induktif
juga tidak dapat diandalkan karena kelemahan pancaindera. Karena itu himpunan
pengetahuan yang diperoleh belum dapat disebut ilmu pengetahuan.
2.2.4 Pendekatan Ilmiah sebagai Kelahiran Ilmu Pengetahuan
Alam
Metode keilmuan atau pendekatan ilmiah
adalah perpaduan antara rasionalisme dan empirisme. Pengetahuan yang disusun
dengan cara pendekatan ilmiah atau menggunakan metode keilmuan, diperoleh
melalui kegiatan penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah ini dilaksanakan secara
sistematik dan terkontrol berdasarkan atas data-data empiris. Kesimpulan dari
penelitian ini dapat menghasilkan suatu teori. Metode keilmuan itu bersifat
obyektif, bebas dari keyakinan, perasaan dan prasangka pribadi, serta bersifat
terbuka.
Jadi, suatu himpunan pengetahuan dapat
digolongkan sebagai ilmu pengetahuan bilamana cara memperolehnya menggunakan
metode keilmuan, yaitu gabungan antara rasionalisme dan empirisme. Secara
lengkap dapat dikatakan bahwa suatu himpunan pengetahuan dapat disebut Ilmu
Pengetahuan Alam bilamana memenuhi persyaratan berikut, yaitu: obyeknya
pengalaman manusia yang berupa gejala-gejala alam, yang dikumpulkan melalui
metode keilmuan serta mempunyai manfaat untuk kesejahteraan manusia.
2.2.5 Metode
Ilmiah sebagai Ciri Ilmu Pengetahuan Alam
Berpikir
secara rasional dan berpikir secara empiris membentuk dua kutub yang saling
bertentangan. Kedua belah pihak, masing-masing mempunyai kelebihan dan
kekurangannya. Gabungan antara dua pendekatan rasional dan pendekatan empiris
dinamakan metode ilmiah. Rasionalisme memberi kerangka pemikiran yang koheren
dan logis, sedangkan empirisme dalam memastikan kebenarannya memberikan
kerangka pengujiannya. Dengan demikian, maka pengetahuan yang dihasilkan yaitu
pengetahuan yang konsisten dan sistematis serta dapat diandalkan, karena telah
diuji secara empiris.
Metode ilmiah merupakan cara dalam
memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Dan dapat juga dikatakan bahwa metode
ilmiah merupakan gabungan antara rasionalisme dan empirisme. Cara-cara berpikir
rasional dan empiris tersebut tercermin dalam langkah-langkah yang terdapat
dalam proses kegiatan ilmiah tersebut.
Kerangka dasar, prosedurnya dapat
diuraikan atas langkah-langkah seperti berikut:
1.
Penemuan
atau penentuan masalah
Dalam kehidupan sehari-hari, kita menghadapi
berbagai masalah. Kesadaran mengenai masalah yang kita temukan secara empiris
tersebut menyebabkan kita mulai memikirkannya secara rasional.
2. Perumusan
kerangka masalah
Langkah ini merupakan usaha untuk
mendeskripsikan permasalahannya secara lebih jelas.
3.
Pengajuan
hipotesis
Hipotesis adalah kerangka pemikiran
sementara yang menjelaskan hubungan antara unsur-unsur yang membentuk suatu
kerangka permasalahan.
4. Deduksi hipotesis
Kadang-kadang, dalam menjembatani
permasalahan secara rasional dengan pembuktian secara empiris membutuhkan
langkah perantara.
5. Pengujian hipotesis
Langkah ini merupakan usaha untuk
mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan deduksi hipotesis.
6.
Keterbatasan
dan keunggulan metode ilmiah.
Keterbatasan:
Semua kesimpulan ilmiah atau
kebenaran ilmu termasuk Ilmu Pengetahuan Alam bersifat tentatif, yang artinya
kesimpulan itu di anggap benar selama belum ada kebenaran ilmu yang dapat
menolak kesimpulan itu, sedangkan kesimpulan ilmiah yang dapat menolak
kesimpulan ilmiah yang terdahulu, menjadi kebenaran ilmu yang baru.
Keterbatasan lain dari metode ilmiah adalah tidak dapat menjangkau untuk
membuat kesimpulan yang bersangkutan dengan baik dan buruk atau sistem nilai,
tentang seni dan keindahan, dan juga tidak dapat menjangkau untuk menguji
adanya Tuhan.
Keunggulan:
Ilmu atau Ilmu Pengetahuan Alam
mempunyai ciri khas yaitu obyektif, metodik, sistematik, dan berlaku umum.
Dengan sifat-sifat tersebut, maka orang yang berkecimpung atau selalu
berhubungan dengan ilmu pengetahuan akan terbimbing sedemikian rupa hingga
padanya terkembangkan suatu sikap ilmiah.
Yang
dimaksud dengan sikap ilmiah tersebut adalah sikap:
a.
Mencintai
kebenaran yang obyektif, dan bersikap adil.
b.
Menyadari
bahwa kebenaran ilmu tidak absolut.
c.
Tidak
percaya pada takhayul, astrologi, maupun untung-untungan.
d.
Ingin tahu
lebih banyak.
e.
Tidak
berpikir secara prasangka.
f.
Tidak
percaya begitu saja pada suatu kesimpulan tanpa adanya bukti-bukti yang nyata.
g.
Optimis,
teliti, dan berani menyatakan kesimpulan yang menurut keyakinan ilmiahnya
adalah benar.
BAB III
PENUTUP
Demikianlah karya ilmiah ini yang
dapat penulis buat mengenai materi berjudul “Perkembangan Pemikiran Manusia
dalam Mensikapi Fenomena Alam” yang menjadi pokok pembahasan atau intisari
permasalahannya. Karya ilmiah ini penulis buat dengan sebaik mungkin, tetapi
penulis menyadari bahwasanya masih terdapat kekurangan dan kelemahan dari karya
ilmiah ini.
Penulis berharap para pembaca dapat
memberikan masukan dan saran yang membangun atau konstruktif untuk kebaikan
atau kesempurnaan karya ilmiah ini, dan berguna untuk masa yang akan datang.
Akhirnya, tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga terwujudnya karya ilmiah ini.
Atas perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
3.1 Kesimpulan
Segala yang diketahui manusia itu
adalah pengetahuan. Pengetahuan itu dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu
pengetahuan ilmiah dan pengetahuan non-ilmiah. Pembagian ini sangat tergantung
dari cara bagaimana pengetahuan itu diperoleh.
Pengetahuan non-ilmiah didapat
antara lain dari prasangka, coba-coba, intuisi, dan tidak sengaja. Pengetahuan
ilmiah didapat dari usaha yang dasar (sengaja) dengan syarat obyektif, metodik,
sistematik, dan berlaku umum.
Langkah metode ilmiah itu adalah:
1.
Perumusan
masalah
2.
Penyusunan
hipotesis
3.
Pengujian
hipotesis
4.
Penarikan kesimpulan
Kelemahan metode ilmiah termasuk
Ilmu Pengetahuan Alam adalah bahwa metode ini tidak dapat menjawab atau
memperoleh kesimpulan dalam hal-hal yang menyangkut keindahan, sistem penilaian
baik dan buruk, serta agama yang berasal dari wahyu ilahi.
Keunggulan metode ilmiah antara lain adalah dapat
membuat kita menjadi:
1. Obyektif dan
universal
2. Menceritakan
kebenaran
3. Tidak
percaya kepada takhayul
4. Mempunyai
pikiran yang terbuka
5. Tidak
percaya begitu saja kepada pendapat sebelum ada bukti yang nyata
6. Bersikap
optimis, teliti, dan berani karena benar
3.2 Saran-saran
1.
Agar kita
semua sebagai umat manusia, diwajibkan lebih memperhatikan dan menjaga alam
semesta ini dengan sebaik mungkin.
2.
Agar kita
semua dapat menumbuhkan rasa keingintahuan kita terhadap sasaran objek yang
menjadi perhatian kita.
3.
Agar umat
manusia dapat mengembangkan imajinasi, intuisi, daya khayal, dan kreatifitasnya
masing-masing demi untuk kebaikan alam itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Aly, Abdullah. 2004. Ilmu
Alamiah Dasar. Jakarta: Penerbit PT. Bumi Aksara
2.
Rahma, Eny. 2004. Ilmu
Alamiah Dasar. Jakarta: Penerbit PT. Bumi Aksara